APAKABAR.CO-SAMARINDA. Sektor pendidikan menjadi salah satu program yang akan diusung oleh pasangan calon (paslon) Walikota dan Wakil Walikota Samarinda nomor urut dua Andi Harun dan Rusmadi.
Dalam paparannya saat debat kandidat calon walikota Samarinda, Andi Harun mengatakan bahwa dalam menyikapi buruknya sarana pendidikan yang ada tak hanya melihat pada pendekatan kasus penyelesaian nya saja, namun harus juga secara komprehensif dan ketaatan serta kepatuhan terhadap Undang-undang.
“Anggaran pendidikan 20 persen. Coba kalau kita semua pemimpin daerah mengalokasikan 20 persen itu, tentu tidak akan terjadi kekurangan infrastruktur. Kalau ini pasti harus kita selesaikan, dan yang paling penting sikap kepempimpinan ada political will. Gimana pun visinya kalau kemauannya tidak ada, pasti tidak akan terbangun. Mari kita periksa APBD, apakah benar-benar sudah teralokasikan 20 persen itu. Intinya kalau kita patuh dan taat terhadap aturan, tentu tidak akan lagi ada sekolah sekolah reyot,” ucapnya.
Terkait langkah konkret status guru honorer, saat ini berdasarkan data dari disdik terdapat 1500 tenaga honorer, 70 persen diantaranya adalah guru dan sisanya adalah tenaga umum.
Bagi pasangan calon nomor urut dua tersebut permasalahan pendidikan khususnya tenaga honorer menyikapi nya harus dengan realistis. Misalnya dengan menaikan gaji sederajad dengan UMK sebesar 2,8 juta. Yang tadinya tenaga honor biasa, sekarang aturan memperbolehkan untuk diangkat menjadi ASN.
“Kami berkomitmen akan berusaha semaksimal mungkin jadikan honor tak hanya guru tapi di sektor pemerintah, kita akan angkat jadi ASN. Bedanya dengan PNS tidak ada pensiun,” ucapnya.
Selanjutnya, Paslon yang diusung oleh tujuh partai politik tersebut juga menilai bahwa penerimaan peserta didik baru tingkat SMP di Samarinda dengan sistem zonasi dalam beberapa waktu terakhir memunculkan keresahan bagi orang tua, menurut Andi Harun sistem zonasi pendidikan di Samarinda kalau secara nasional mungkin niat pemerintah baik. Tapi infrastruktur pendidikannya yang tidak begitu merata berbeda seperti di pulau Jawa. Di Samarinda Ilir dan kota, SMA nya 0. Di seberang hanya 1-2 SMA. Kalo distribusi SMA merata di tiap zona tentu tidak akan ada masalah.
“Kita akan komunikasikan dengan pemerintah pusat terkait infrastruktur SMA nya belum merata di tiap kecamatan. Kami juga akan bangun distribusi yang merata. Tidak boleh lagi di ilir sma nya kosong, di Samarinda Kota juga kosong, Di seberang juga 0 hanya 1 buah. Ke depan kita tidak akan melihat persoalan zonasi jadi masalah bagi masyarakat,” pungkasnya.