APAKABAR.CO-SAMARINDA.
Setelah menggelar pencoblosan secara serentak, saat ini KPU tengah bekerja melakukan rakapitulasi penghitungan suara mulai dari TPS, Kecamatan hingga tingakat kecamatan kota.
Sesuai aturan main yang sah, mekanisme sengketa juga dibuka untuk memberikan ruang aduan bagi paslon yang lain. Namun yang menjadi permasalahan usai penghitungan adalah adanya sengketa pilkada antara paslon dengan KPU.
Dalam sengketa pilkada dapat bermacam-macam penyebab, dikarenakan paslon merasa tidak puas dalam hasil jumlah suara. Bahkan dalam UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota diatur atau UU Pilkada tentang sengketa pilkada.
Terkhusus di Samarinda, peroleham suara tiap paslon sangat ketat, contohnya pemenang sementara hitungan cepat Andi Harun-Rusmadi dengan Zairin Zain-Sarwono perolehannya selisih kurang lebih tiga persen berdasarkan update terkini rekapitulasi KPU Kamis (10/12/2020) pagi.
Mengenai hal tersrbur, akademisi hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah memberikan penjelasan. Menurutnya, pengajuan sengketa hasil Pilkada ditentukan selisih hasil perolehan suara. Perolehan suara itu ditentukan berdasarkan persentase jumlah penduduk.
Jumlah penduduk Kota Samarinda saat ini kurang lebih 886.806 jiwa. Berdasarkan jumlah tersebut, pasal 158 ayat (2) huruf c UU nomor 10 tahun 2016 tentang pilkada kata Herdiansyah Hamzah bisa diajukan ke Mahkamah Konstitusi dengan syarat tertentu.
“Maka pengajuan sengketa hasil hanya dapat diajukan jika terdapat perbedaan paling banyak 1 persen dari total suara sah hasil perhitungan suara tahap akhir dari KPU,” ucap Herdiansyah Hamzah.
Artinya, jika lebih dari satu persen dari total suara sah maka dipastikan Mahkamah Konstitusi menolak permintaan tersebut.
“Ketentuan ini diperkuat Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 6 tahun 2020 tentang Tata Cara Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pilkada,” ucap Castro sapaannya.
Ia menyarankan untuk saat ini seluruh paslon untuk bersabar. Sembari menunggu hasil penghitungan suara resmi dari KPU.