Krisis Politik Malaysia, Kursi Perdana Menteri Digoyang, Kasus Covid-19 Meningkat

oleh
oleh
Ilustrasi. Gedung pemerintahan Malaysia. (wikipedia)

apakabar.co, Indonesia — Belum tuntas redam lonjakan infeksi Covid-19 akibat varian Delta, pemerintah Malaysia dihadapkan dengan tekanan oposisi yang mendesak Perdana Menteri Muhyiddin Yassin mundur.

Kepemimpinan Muhyiddin terus digoyang pihak oposisi yang menganggap pemerintahannya gagal menangani pandemi Covid-19 di Negeri Jiran.

Tak hanya dari anggota parlemen oposisi, sedikitnya 2.000 warga Malaysia juga berdemonstrasi menuntut Muhyiddin lengser dari jabatannya dalam aksi protes bertajuk #Lawan pada 1 Agustus lalu.

Saat ini, Malaysia mencatat total penularan Covid-19 sebanyak 1,16 juta kasus dengan 9.598 kematian.

Tidak Puas Penanganan Covid-19

Di awal pandemi Covid-19, pemerintahan Muhyiddin dinilai berhasil menekan penyebaran dan laju infeksi Covid-19, salah satunya dengan menerapkan penguncian wilayah pada Maret 2020.

Setelah tren penularan Covid-19 turun, pemerintah pun melonggarkan kebijakan lockdown secara situasional.

Namun, akibat infeksi virus corona kembali melonjak signifikan sekitar Februari 2021, pemerintah kembali mengencangkan ikat pinggang dengan memperketat pembatasan pergerakan sosial.

BACA JUGA :  Walikota Samarinda Canangkan Pasar Tangguh, 50 Pedagang Pasar Pagi di Vaksin

Saat itu, pemerintah dengan persetujuan Raja Malaysia, Yang di-Pertuan Agong Sultan Abdullah Ahmad Shah, menerapkan status darurat Covid-19 nasional.

Karena kasus Covid-19 tak kunjung menurun ditambah penyebaran varian Delta yang terus meluas, pemerintahan Muhyiddin pun akhirnya menerapkan lockdown total nasional pada 1 Juni lalu.

Saat itu, infeksi Covid-19 harian mencapai lebih dari 4.000 kasus dalam sehari. Tren penularan Covid-19 harian di Negeri Jiran pun kian tinggi hingga mencapai 17.105 kasus dalam sehari pada Selasa (3/8).

Kekecewaan sebagian masyarakat pun terus meluas lantaran pemerintah dinilai tak bisa meredam penularan Covid-19 meski telah menerapkan status darurat nasional.

Deklarasi status darurat memberikan Muhyiddin kewenangan untuk menangguhkan parlemen (reses). Dengan begitu, Muhyiddin dapat menerapkan kebijakan penanganan pandemi tanpa melalui persetujuan legislatif karena aktivitas parlemen ditangguhkan (reses).

BACA JUGA :  Israel melihat kemungkinan hubungan antara vaksin Pfizer dan kasus Infeksi Otot Jantung

Sejak itu, pihak oposisi pemerintah mulai resah karena tak dapat menyampaikan perbedaan pendapat dan masukan mengenai penanganan Covid-19.

Beberapa pihak menganggap masa reses dimanfaatkan Muhyiddin menghindari kritik terhadap pemerintahannya yang hanya memegang mayoritas kecil setelah pecah kongsi dengan koalisi Pakatan Harapan.

Kekuasaan Muhyiddin kian berada di ujung tanduk setelah partai politik terbesar di Negeri Jiran, UMNO, menarik dukungan terhadap pemerintah pada awal Juli lalu.

Salah satu alasan UMNO adalah karena pemerintahan Muhyiddin dinilai gagal menangani pandemi virus corona. UMNO bahkan mendesak Muhyiddin mundur sebagai perdana menteri.

Artikel ini sudah Tayang pada laman CNN Indonesia dengan Judul : Gaduh Status Darurat Covid hingga Desakan Mundur PM Malaysia