apakabar.co-Samarinda. Platform Media sosial Facebook dan Twitter mengambil langkah untuk memperlambat penyebaran berita New York Post terkait email dari laptop putra calon Presiden Joe Biden, yakni Hunter Biden.
New York Post sebelumnya menyebut sumber dan keaslian pesan email tersebut dapat dipercaya dan para ahli telah menunjukkan kekhawatiran dalam berita yang telah dibantah tim kampanye Biden tersebut.
Melansir Engadget, Kamis (15/10), juru bicara Facebook Andy Stone mengatakan bahwa pihaknya mengurangi distribusi berita itu sampai ditinjau oleh mitra pemeriksa fakta perusahaan. Facebook tidak melakukan pemblokiran, melainkan membuat berita itu tidak bisa dibagikan.
Andy mengkaui pihaknya melakukan sejumlah langkah membatasi berita itu terlihat di News Feed pengguna untuk mencegah kesalahan informasi menjadi viral.
“Ini adalah bagian dari proses standar kami untuk mengurangi penyebaran informasi yang salah,” ujar Stone.
Semantara itu, Twitter mengambil langkah yang lebih agresif dengan memblokir URL agar tidak dibagikan di tweet dan pesan langsung. Tautan yang sebelumnya di-tweet sekarang memunculkan peringatan bahwa ‘tautan ini mungkin tidak aman’.
Melansir The Verge, juru bicara Twitter mengkonfirmasi langkah tersebut sudah sesuai dengan kebijakan perusahaan terkait dengan materi hasil peretasan dan pedoman untuk memblokir URL tertentu.
CEO Twitter Jack Dorsey menjelaskan pemblokiran berita NY Post karena gambar-gambar yang terkandung dalam artikel menyertakan informasi pribadi, seperti alamat email dan nomor telepon yang melanggar aturan perusahaan.
“Kami harus memberikan kejelasan dan konteks tambahan saat mencegah Tweet atau DM URL yang melanggar kebijakan kami,” ujar Dorsey.
Facebook dan Twitter baru-baru ini diketahui meningkatkan kebijakan mereka tentang misinformasi dan campur tangan pemilu dalam upaya mempersiapkan pemilihan presiden Amerika Serikat.
NY Post diketahui memiliki email yang berisi tentang Hunter Biden yang memperkenalkan ayahnya, yang saat itu menjabat Wakil Presiden kepada seorang eksekutif puncak di sebuah perusahaan energi Ukraina Burisma.
Kejadian itu kurang dari setahun sebelum Biden menekan pejabat pemerintah di Ukraina untuk memecat seorang jaksa penuntut yang sedang menyelidiki perusahaan tersebut.
Hunter juga diketahui menjadi dewan eksekutif Burisma dengan gaji yang dilaporkan sebesar hingga US$50 ribu atau Rp737 juta sebulan.