Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example 728x250
BeritaKabar TerkiniKaltimPolitikSamarinda

Buntut Pernyataan Kontroversial AG Dugaan SARA, BK DPRD Kaltim Jadwalkan Sidang Etik

8
×

Buntut Pernyataan Kontroversial AG Dugaan SARA, BK DPRD Kaltim Jadwalkan Sidang Etik

Sebarkan artikel ini
(Foto: Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi/doc)
(Foto: Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi/doc)

 SAMARINDA — Unggahan seorang anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) berinisial AG di media sosial menuai gelombang kritik publik. Tak sedikit warga menilai pernyataan AG menyinggung isu SARA dan tidak pantas diucapkan oleh seorang pejabat publik.

Merespons hal itu, Badan Kehormatan (BK) DPRD Kaltim akan memanggil AG untuk dimintai klarifikasi pada Rabu, 15 Oktober 2025.

Kepada awak media, ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, mengatakan pemanggilan ini merupakan bagian dari proses etik, bukan sekadar formalitas. Dirinya menegaskan, BK menerima lebih dari satu laporan masyarakat yang merasa tersinggung dengan pernyataan AG.

“Kami ingin mendengar langsung penjelasannya. Ini bagian dari mekanisme etik di lembaga dewan,” Ungkap Subandi. Senin (13/10/2025).

Selain itu, Subandi menilai kendati pelanggaran etik belum terbukti secara formal, gaya komunikasi AG di media sosial berpotensi menimbulkan kegaduhan publik dan menurunkan kepercayaan terhadap DPRD.

Dirinya juga mengingatkan, setiap anggota dewan memiliki tanggung jawab moral atas setiap ucapannya di ruang publik.

“Ucapan anggota dewan bukan sekadar pendapat pribadi. Di baliknya, ada institusi yang mereka wakili,” Tegas Subandi.

Menurut Subandi, media sosial memang membuka ruang bagi pejabat untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat. Namun tanpa kesadaran etik, ruang tersebut bisa menjadi sumber polarisasi dan konflik sosial.

Sumber internal BK mengungkapkan, pemanggilan ini merupakan tindak lanjut atas sejumlah laporan yang menyoroti konten unggahan AG.

Dalam video yang beredar, AG sempat menyinggung dugaan penyebaran data pribadi (doxing) oleh pihak tertentu. Namun, pernyataannya kemudian berkembang menjadi komentar yang menyinggung asal-usul daerah seseorang, sehingga memicu kontroversi di jagat maya.

Langkah BK disebut sebagai bagian dari upaya menjaga marwah lembaga legislatif sekaligus memulihkan etika publik di tengah meningkatnya sensitivitas masyarakat terhadap isu diskriminatif.

“Ini bukan hanya soal individu AG, tapi juga soal bagaimana dewan menjaga wibawanya di mata publik,” ujar salah satu anggota BK yang enggan disebutkan namanya.

BK berencana memproses klarifikasi secara tertutup, namun hasilnya akan diumumkan secara terbuka setelah keputusan etik ditetapkan.

Kasus ini menambah deretan panjang dinamika perilaku pejabat publik di ruang digital. Dalam dua tahun terakhir, beberapa anggota legislatif di daerah lain juga sempat mendapat teguran akibat komentar serupa yang menyinggung sentimen sosial.

“Kita tidak bisa melarang politisi bersuara di media sosial, tapi kita bisa menuntut mereka bicara dengan tanggung jawab,” tutup Subandi. (*)