SAMARINDA.apakabar.co– Dugaan kasus pelecehan seksual dilingkungan kampus Universitas Mulawarman Samarinda oleh seorang dosen terhadap tiga mahasiswinya kini tengah ditempuh melalui jalur hukum.
Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum (FH) Unmul dan Pusat Studi Perempuan dan Anak (PUSHPA) resmi meleporkan kasus dugaan pelecehan oleh diaen tersebut ke Polresta Samarinda, Senin (29/8/2022).
Pihak LKBH Fakultas Hukum Unmul melaporkan dosen yang statusnya sebagai dosen pembimbing ketiga korban di Fakultas Kehutanan (Fahutan) Unmul. Status korban saat ini memang sedang dalam tahap akhir jenjang studi.
Kasus dugaan pelecehan itu bermula pada sekitar tahun 2021. Korban diminta memijat kaki terlapor yang diletakkan di paha korban pada saat korban melakukan bimbingan tugas akhir. Setelah itu, muncul kembali korban kedua pada Desember 2021. Terlapor berulangkali minta dipijat korban dengan alasan bimbingan tugas akhir. Berlanjut ke April 2022, korban ketiga pun mengalami dugaan pelecehan seksual. Dimana, terlapor menyentuh pipi dan meminta korban memijat.
Salah satu kuasa hukum LKBH FH Unmul, Robert Wilson Berlyando menyatakan jika kejadian dugaan pelecehan seksual yang terjadi kepada 3 mahasiswa Fahutan Unmul hampir serupa. Yakni, ketiganya adalah mahasiswi bimbingan skripsi dari terlapor dan ketika para korban ingin melakukan konsultasi skripsi, dalam proses bimbingan, justru terjadi hal yang tidak mengenakkan.
“Malah lebih ke aktivitas atau kegiatan yang patut diduga melanggar kesusilaan disana. Itulah yang membuat berakibat pada korban ini trauma untuk melaksanakan tugas (skripsi). Sehingga saling sharing antar mahasiswi. Apalagi yang menjadi mahasiswa bimbingan si terlapor,” paparnya.
Robert kembali menambahkan, jadi patut diduga ini korban banyak. Karena kalau kami mengkaji di lapangan, bahwa banyak kesaksian sebenarnya seperti habit. Artinya tabiat dari yang bersangkutan
Pihaknya menduga masih banyak korban lain, tetapi banyak yang malu atau tidak berani membicarakan kasus tersebut. Beda halnya dengan ketiga mahasiswi yang berani mengungkapkan kebenaran yang ada. Komitmen ketiganya menjadi pelajaran dan peringatan bagi semua. Agar jika ada masalah serupa, tak sekedar berdiam diri.
“Supaya ini jadi peringatan bagi semua. Terutama dalam lingkungan pendidikan. Ada azas-azas kesusilaan yang harus dijunjung tinggi. Dimana, seorang tenaga pengajar seharusnya juga mendidik. Tidak hanya akademik, tetapi norma-norma juga,” tegasnya.
Terkait bukti yang dibawa, pihaknya melampirkan bukti berupa obrolan chat Whatsapp, serta beberapa screenshot antara pelapor dan terlapor. Dalam bukti tersebut, diduga selalu ada bujuk rayu dan hal-hal yang sifatnya mengajak. Pihaknya juga melaporkan bukti pemeriksaan dari psikolog tentang dampak psikis dari para korban.
Ditambahkan perwakilan PUSHPA Haris Retno, korban mengalami trauma besar. Seperti melihat kendaraan yang mirip digunakan terlapor, mereka sudah ketakutan dan mengalami trauma psikis.
“Mendengar suara di dosen ini dari Zoom meeting, ini nggak ketemu langsung, itu saja mereka langsung gemetar dan keringat dingin,” ujar Retno.
Laporan tertulis ini masih tahapan awal. Pihaknya akan menyerahkan kepada para penyidik. Pihaknya juga akan menunggu konfirmasi dan informasi perkembangan dari kepolisian dalam beberapa waktu ke depan.
“Hari ini hanya laporan secara tertulis. Mekanismenya nanti ada disposisi dari Kapolres, Kasat, dan nanti ditunjuk penyidiknya. Nanti ada undangan dan klarifikasi untuk kami penuhi,” pungkasnya.