APAKABAR.CO-SAMARINDA. Aksi massa penolakan pengesahan Undang-Undang Omnibus Law yang dilakukan seluruh Universitas yang ada di Samarinda dan Kutai Kartanegara pada, Senin (12/10/2020) akhirnya di bubarkan paksa oleh petugas kepolisian.
Ribuan mahasiswa dipaksa mundur tepat pukul 19.20 setelah berkali-kali mendapat peringatan oleh petugas kepolisian yang mengawal jalan nya aksi sejak siang hari.
Sebelumnya permintaan mahasiswa untuk meminta pemerintah Kaltim dan DPRD Kaltim untuk menandatangani kesepakatan menolak pengesahan urung kabulkan oleh pemerintah yang di wakili oleh Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi.
Saat menemui mahasiswa Hadi mengatakan bahwa sangat menghargai setinggi-tingginya apa yang di tawarkan oleh mahasiswa terkait undang-undang Omnibus Law.
“Kami akan menyampaikan ke pemerintah
pusat apa yang telah rekan-rekan mahasiswa sampikan kepada kami,” ucapnya.
Selanjutnya, orang nomor dua di Kaltim itu menyebut bahwa ia siap menerima surat yang disampaikan, dan siap pula meneruskan kepada pemerintah pusat terkait surat yang disampaikan oleh mahasiswa.
“Perintah pak Gubernur kita akan sampaikan ke pemerintah pusat,” sebutnya.
Selang beberapa saat setelah Wakil Gubernur menemui Mahasiswa,kericuhan tak dapat dielakkan lagi, karena sudah melampui jam akhir penyampian pendapat dengan berdemontrasi, sesuai dengan peraturan maka aksi harus segera diakhiri atau membubarkan diri dan dibubarkan. Namun, mahasiswa masih tetap bertahan sembari membakar semangat dengan yel-yel perjuangan mereka.
Perlahan namun pasti, mobil Raisa (pengurai massa) berganti posisi dengan mobil water canon. Puluhan pasukan berperalatan lengkap siap siaga. Aksi damai yang semula bergembira itu seakan pecah oleh derasnya hujaman air dari mobil water canon yang memecah kerumanan mahasiswa. Teriakan histeris di barengi dengan lajunya peluru gas air mata sekita membuat mahasiswa kocar kacir berhamburan kesegala penjuru untuk menyelamatkan dari.
Pasukan kepolisian memukul mundur mahasiswa hingga persimpangan jalan cendana-kahoi. Terlihat juga mobil ambulance yang berpacu dengan waktu demi mengevakuasi korban dari mahasiswa yang tumbang karena tembakan gas air mata.
Kapolres Samarinda, Arif Budiman ditemui usai aksi demontrasi mahasiswa mengatakan bahwa pihaknya menjalankan tugas sesuai dengan aturan. Mahasiswa yang mengadakan unjuk rasa pada pukul enam sampai dengan batas waktu yang ditentukan tidak mau membubarkan diri.
“Padahal pimpinan kita bapak Wakil Gubernur menyatakan akan membantu menyampaikan aspirasi mereka pada pimpinan di pusat. Namun mahasiswa tidak setuju dan akhirnya berbuat represif dengan melempari kami dengan batu,” ucapnya.
“Dengan keadaan seperti itu terpaksa kami mengambil tindakan tegas dan terukur hingga kami melemparkan gas air mata dan memukul mundur mahasiswa agar membubarkan diri,” pungkasnya.