Kabar Terkini

Ratusan Mahasiswa dan Buruh Bersatu Tolak Pengesahan Omnibus Law, Blokade Jalan Depan Kantor Gubernur Kaltim

40
×

Ratusan Mahasiswa dan Buruh Bersatu Tolak Pengesahan Omnibus Law, Blokade Jalan Depan Kantor Gubernur Kaltim

Sebarkan artikel ini
Ratusan Mahasiswa dan Buruh Melakukan Aksi Menolak Pengesahan Undang-Undang Omnibus Law, Selasa (6/10/2020)

APAKABAR.CO-SAMARINDA. Beberapa jam setelah pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja, gejolak penolakan terus digelorakan. Diiringi guyuran hujan deras, gabungan Mahasiswa dan Aliansi Gerakan Buruh Menuntut Keadilan (GBNK) melakukan aksi demonstrasi tepat didepan gerbang masuk Kantor Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Selasa (6/10/2020).

Memblokade jalan juga sempat dilakukan masaa aksi sebagai bentuk kekecewaan karena pihak pemerintah enggan menemui mereka, padahal tujuan Mahasiswa dan buruh yaitu menyampaikan langsung penolakan terkait pengesahan Undang-undang Omnibus Law.

Akbar, selaku Humas aksi mengatakan bahwa buruh dan mahasiswa menolak UU Omnibuslaw yang disebut-sebut menindas rakyat, ia menilai jika pemerintah khususnya DPR RI lebih fokus dalam menangani wabah virus korona yang semakin hari semakin banyak pasien terpapar korona.

“Kami akan terus berjuang agar UU Omnibuslaw ini dicabut,” ucapnya ditengah-tengah massa aksi.

Tak hanya itu, Buruh dan Mahasiswa menuntut kembalikan status pekerja sawit di perusahaan PT CAK, Kubar. Ia menyebut bahwa saat ini 57 orang pekerja bersama keluarganya terlantar di Disnaker Kaltim lantaran dipecat karena disebut-sebut sebelumnya demo menolak Omnibuslaw beberapa bulan lalu.

Akbar menuturkan bahwa mereka dipaksa keluar dari mes camp kerja kebun Sawit di Kubar. Pengusiran itu dilakukan perusahaan, dengan berdalih para buruh yang mengikuti demo bisa menularkan Covid – 19 atau virus korona.

BACA JUGA :  Pengurus HPKR Kota Samarinda Dilantik, Sur Gozal : Kami Siap Bersinergi Dengan Pemkot Samarinda

“Maka dari itu, gubernur Kaltim, Isran Noor dan Wakilnya Hadi Mulyadi turun tangan dengan kasus phk sepihak ini, kami juga meminta keduanya turut dalam pencabutan UU Omnibuslaw,” katanya.

Sementara itu, Alfons perwakilan Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI) Cabang Samarinda menyebut jika arus penolakan di Indonesia, puncak dari unjuk rasa penolakan bakal digelar pada 8 Oktober 2020 mendatang.

Ia menegaskan bahwa setidaknya ada empat poin yang menjadi sorotan. Pertama, kontrak seumur hidup melalui Pasal 61. Dalam beleid itu diatur bahwa perjanjian kerja berakhir pada saat pekerjaan selesai. Padahal sebelumnya tidak dimuat dalam UU Ketenagakerjaan. Pasal 61A juga ditambahkan, ketentuan pengusaha wajib memberikan kompensasi kepada pekerja yang memiliki hubungan kerjanya berakhir karena sudah jangka waktu perjanjian kerja dan selesainya pekerjaan.

“Aturan ini merugikan pekerja karena relasi kuasa yang timpang dalam pembuatan kesepakatan. Jangka waktu kontrak berada di tangan pengusaha. Ujungnya para pekerja hanya dikontrak seumur hidup,” tegasnya.

Yang kedua, UU Cipta Kerja Omnibus Law menghapus libur mingguan selama dua hari untuk lima hari kerja. Pada Pasal 79 ayat 2, poin b disebutkan istirahat mingguan hanya satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu. Pasal 79 ayat 5 juga menghapus cuti panjang dua bulan per enam tahun. Diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, ataupun perjanjian kerja bersama.

BACA JUGA :  BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran Ganja 233 Gram

Yang ketiga, adalah sistem upah. Pasal 88 B UU Cipta Kerja mengatur mengenai standar pengupahan berdasarkan waktu. Skema ini bakal jadi dasar perusahaan memberlakukan perhitungan upah per jam.

Sedangkan yang keempat adalah ada risiko pekerja rentan dengan pemutusan hubungan kerja sama. Pasal 56 ayat 3 mengatur mengenai jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan berdasarkan kesepakatan para pihak. UU Cipta Kerja juga menghapus ketentuan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan mengenai aturan pembatasan jenis pekerjaan dan jangka waktu yang bisa diikat dalam kontrak kerja. Artinya, ketentuan perjanjian kerja waktu tertentu alias PKWT dapat berakhir saat pekerjaan selesai. Ini juga bikin pekerja rentan PHK. Perusahaan dapat menentukan menghapu sepihak pekerjaan berakhir.

“Dari poin-poin ini sudah terlihat, buruh/pekerja bakal mengalami kerugian yang teramat sangat,” pungkasnya.